Situs ini sedang dalam masa pemeliharaan.

Film Enola Holmes 2, Kisah Detektif, dan Sejarah Mogok Buruh Perempuan Pertama di Dunia

Edited by canva.com

Oleh: Asmariyana*

Anda ingin menyaksikan film dengan alur menarik, kisah keberpihakan, dan salah satu cerita sejarah penting di dunia: Enola Holmes 2 adalah jawabannya.

Enola Holmes adalah film bergenre petualangan-misteri yang telah merilis bagian kedua sekuelnya pada 27 Oktober 2022. Film yang di sutradarai oleh Harry Breadbeer ini menarik perhatian penontonnya dengan menyajikan cerita misteri ala detektif yang penuh permainan dan teka-teki untuk menguak kebenaran. Tokoh utama, Enola, adik dari detektif terkenal Sherlok Holmes, digambarkan sebagai sosok remaja perempuan yang cerdas, energik, kritis, dan menggemari teka-teki sejak sekuelnya yang pertama. Ia memperkenalkan nama dirinya yang jika menurut anagram merujuk pada kata “alone” yang dibaca terbalik, artinya sendiri: mandiri.

Film ini menyajikan cerita yang kuat dengan penekanan pesan sosial bahwa perempuan harusnya memiliki peran yang setara dalam masyarakat. Sama seperti bagian pertama film ini, di sekuel keduanya, Enola Holmes juga menekankan kampanya “Equality for Women”. Setting film ini menggambarkan sistem patriarki yang masih sangat kental di Inggris pada abad ke-19. Nyaris semua orang meragukan kapasitas Enola sebagai seorang detektif hanya karena ia seorang perempuan yang masih remaja. Namun, keraguan itu pada akhirnya terbantahkan. Pada sekuel yang kedua ini, beberapa perempuan digambarkan menempati peran yang signifikan. Terutama ide ceritanya kali ini terinspirasi langsung dari kisah nyata sosok Sarah Chapman, buruh perempuan yang bekerja di salah satu pabrik korek api di Inggris pada tahun 1888.

Sharah Chapman adalah sosok yang penting dan sangat berjasa dalam sejarah perjuangan buruh perempuan. Ia adalah satu dari 1.400 buruh yang bekerja di pabrik korek api bernama The Bryant and May Factory pada tahun 1888 di Inggris. Ia juga dikenal sebagai salah satu pelopor gerakan mogok kerja sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dialami buruh. Ia bahkan tercatat sebagai salah satu penggerak serikat buruh perempuan pertama di dunia yang sering disebut sebagai The Union of Women Match maker.

Kisah perjuangannya bermula ketika seorang jurnalis sekaligus aktivis bernama Annie Besant mendengar cerita pilu tentang kondisi buruh pabrik korek api yang ribuan di antaranya adalah perempuan atau sering dipanggil “Matchgirls”. Annie Besant kemudian memutuskan untuk bertemu sendiri dengan beberapa buruh dari Bryant and May untuk bertanya langsung mengenai kondisi para pekerja di pabrik tersebut. Beberapa fakta memilukan yang ia temukan di pabrik tersebut ialah ribuan buruhnya dibayar dengan upah yang sangat rendah. Mereka bekerja sekitar 12 sampai 14 jam per hari. Tak hanya itu, upah mereka bahkan bisa dipotong apabila mereka menjatuhkan batang korek api, pergi ke toilet tanpa izin, atau berbicara dengan buruh lain saat bekerja. Bagi buruh yang datang terlambat akan langsung diganjar potongan gaji dengan hitungan setengah hari kerja.

Dikutip dari matchgirls1888.org, pada saat itu sebagian besar dari ribuan pekerja tersebut adalah pekerja migran dan perempuan-perempuan Irlandia yang tidak mendapatkan akses pendidikan. Annie besat bahkan menemukan fakta bahwa beberapa pekerja dari Bryant and May adalah anak-anak di bawah umur. Selain itu, para pekerja ini harus bersedia makan di ruang yang sama dengan tempat mereka memproduksi korek api. Ini artinya mereka harus berdekatan dengan bahan utama korek api berupa material fosfor putih yang berbahaya bagi kesehatan. Jenis fosfor ini dapat menyababkan Phossy Jaw, salah satu jenis kanker tulang yang menyerang gigi dan gusi yang dapat berakibat kematian bagi penderitanya.

Netflix.com

Menariknya, di film Enola Holmes 2 fakta-fakta memilukan tersebut disajikan secara gamblang. Mulai dari buruh migran yang juga adalah anak di bawah umur, Bessie, yang berperan sebagai adik angkat Sarah Chapman.  Ada adegan Enola Holmes yang tengah menyelidiki kasus Sarah Chapman dengan berpura-pura bekerja sebagai salah satu buruh. Ia menjatuhkan beberapa batang korek api hingga pengawas memotong bayarannya hari itu dan kemudian mengintimidasi pekerja lain agar tidak melakukan kesalahan.

Annie Besant yang saat itu bekerja untuk media surat kabar “The Link” merilis sebuah berita berjudul “White Slavery in London” atau “Perbudakan Kulit Putih di London” dan sontak menarik perhatian publik. Sementara itu, pihak pabrik Bryant and may merespon hal terebut dngan memaksa pekerjanya untuk menyatakan bahwa berita itu tidak benar. Namun, ribuan pekerja yang mengalami penindasan dan ketidakadilan tersebut menolak untuk melakukan hal itu dan dengan terang-terangan berdiri di pihak Annie Besant dengan mengirim surat tanpa nama yang disebut sebagai surat “The Lady”. Akibatnya, pihak pabrik yang marah kemudian memecat beberapa buruh perempuan sebagai bentuk ancaman. Namun, dengan tegas dan berani buruh-buruh perempuan tersebut justru menyatakan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap tindakan pengelola pabrik yang semena-mena itu.

Keterangan: Sarah Chapman dilingkari merah. Sumber: eastendwomensmuseum.org

Aksi ini kemudian menarik semakin banyak perhatian masyarakat sehingga beberapa media besar seperti The Times mulai memuat berita tentang kondisi pekerja di Bryant and May. Gerakan para buruh yang dipimpin Sarah Chapman sebagai salah satu sosok yang sangat aktif memperjuangkan hak teman-temannya tersebut membuahkan hasil. Bryant and May yang produknya terancam diboikot publik kemudian menyetujui semua tuntutan buruh pada aksi mogok kerja itu seperti: penghapusan denda; penghapusan pemotongan gaji dari alat-alat yang dibutuhkan (seperti kuas, cat, perangko, dll); keluhan harus disampaikan langsung ke perusahaan sebelum tindakan merugikan diambil; dan semua pekerja (perempuan) yang dipecat harus dipekerjakan kembali. Pihak pabrik bahkan menyetujui untuk membuat ruangan khusus untuk makan yang jauh dari lingkungan kerja dan mengizinkan untuk didirikannya serikat buruh di Bryant and May. Kemenangan besar ini kemudian dimuat di semua surat kabar pada hari berikutnya.

Hal ini dicatatkan sejarah sebagai Gerakan mogok kerja dan serikat buruh perempuan pertama di dunia. Kisah ini menginspirasi banyak orang di berbagai belahan dunia. Keberanian Sarah Chapman dan kawan-kawannya telah membuka pintu perubahan bagi peradaban manusia. Sarah Chapman dan teman-temannya telah  mengajarkan dunia tentang kekuatan berserikat yang tidak memandang jenis kelamin atau latar belakang yang beragam. Perubahan bisa diciptakan dengan berserikat dan menjadi satu, bersolidaritas, sehingga bara yang kecil sekalipun dapat menyulut api pergerakan yang besar dan berdampak bagi kehidupan orang banyak. Panjang umur perjuangan buruh perempuan!

 

*) Penulis adalah tim komite perempuan Federasi SERBUK Indonesia yang juga aktif menjadi relawan Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S) dan Kanal Muda.

Serbuk adalah serikat buruh yang di dirikan pada 11 Desember 2013.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.