Penggalan
puisi itu adalah salah satu karya Widji Thukul, aktivis yang hilang pada Mei
1998. Puisinya penuh makna, menggambarkan bagaimana buruh harus mengambil
tindakan penting bagi untuk merubah nasibnya. Gambaran itu yang secara nyata
diwujudkan dalam sejarah May Day. Tepatnya pada 1 Mei 1886 kelas buruh di
Amerika Serikat melakukan pemogokan besar di Chicago, salah satu tuntutannya
pemberlakukan 8 jam kerja sehari. Pemogokan terus berlanjut hingga 4 Mei yang
diwarnai dengan represi, banyak buruh yang terbunuh dalam pemogokan tersebut.
Sejak itulah dunia kemudian memperingati 1 Mei sebagai Hari Buruh
Internasional. Keberhasilan perjuangan menuntut 8 jam kerja yang kini pada
akhirnya juga kita nikmati.
Di
Indonesia, salah satu organisasi serikat buruh besar bernama SOBSI juga pernah
melakukan protes untuk menuntut Tunjangan Hari Raya (THR) untuk seluruh buruh.
Perjuangan yang dilalui dari 1953-1961 akhirnya terwujud dengan ditetapkannya
Peraturan Menteri Perburuhan No. 1/1961 tentang Kewajiban Perusahaan memberi
THR kepada para buruh. Tuntutan SOBSI yang juga kita nikmati sampai hari ini,
di setiap hari raya buruh di Indonesia berhak atas THR. Terlepas dari masih
banyaknya perusahaan yang tidak patuh pada aturan, namun tidak bisa ditepiskan
apa yang hari ini buruh nikmati atas 8 jam kerja dan THR merupakan hasil dari
perjuangan kelas buruh di masa lalu. Hak-hak itu muncul bukan “hadiah” dari
penguasa apalagi pemberi kerja (pengusaha), itu ada karena perjuangan kelas
buruh.
Maka,
pada peringatan Hari Buruh Internasional kali ini, nampaknya kita harus kembali
merefleksikan kondisi buruh saat ini. Situasi sulit masih menjadi santapan tak
terelakkan bagi buruh di Indonesia. Krisis ekonomi dunia menyisakkan
kemerosotan bagi kesejahteraan buruh. Harga bahan pokok naik dalam beberapa
waktu terakhir, di satu sisi kenaikan upah tak sebanding dengan tingginya biaya
hidup yang semakin tak terkontrol. Lebih dari itu, buruh dihadapkan dengan
gelombang PHK massal, menurut data Kemenaker sepanjang tahun 2023 sedikitnya
ada 358.809 buruh yang di PHK dan hingga Februari 2024 kemarin tercatat 4.362
buruh di PHK.
Kaum
buruh Indonesia hari ini sangat minim atau bahkan sama sekali tidak memiliki
keamanan kerja. Hak untuk bekerja tidak mereka dapatkan. Mereka dapat dengan
mudah “dirumahkan” bahkan dipecat. Ironisnya negara yang semestinya hadir untuk
melindungi kepentingan mayoritas orang justru menjadi alat politik bagi para
pemilik modal. UU Cipta Kerja yang lahir pada 2020 lalu faktanya justru membuat
kondisi buruh di Indonesia semakin terdesak. Upah murah, PHK yang semakin
dipermudah, syarat kerja yang tidak manusiawi (kontrak, outsourcing,
pemagangan), dan pembatasan hak kebebasan berserikat adalah muara dari narasi
besar yang didengungkan atas nama “kemudahan investasi.”
Ketenagakerjaan
di Indonesia sudah mengatur terkait perlindungan hak-hak pekerja / buruh
termasuk terkait jam kerja maksimal 40 jam kerja perminggu, namun pada
kenyataannya para pekerja / buruh tidak memiliki akses ke hak-hak tersebut, dan
bahkan terdapat adanya praktik perburuhan yang tidak adil dan masih banyak
terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Selain itu, terdapat
masih kurangnya kesadaran pekerja / buruh untuk menuntut hak atas kelebihan jam
kerja atau upah lembur yang harus dibayarkan oleh pengusaha, dan tidak adanya
sikap dari pekerja untuk melawan ketidakadilan yang dialami tersebut.
Keadaan
ini diperburuk dengan regulasi tentang kesehatan dan keselamatan yang tidak
diikuti oleh pengusaha. Kaum buruh terkena kecelakaan karena kurangnya syarat
dan perlengkapan keselamatan. Ketika berhubungan bahan-bahan kimia, asbes, debu
dan asap berbahaya, seorang buruh susah mendapat perlindungan. Terkadang mereka
tidak dilengkapi dengan masker dan sarung tangan. Jumlah kasus kecelakaan kerja
di Indonesia sepanjang tahun 2023 saja tercatat sebanyak 370.747 kasus.
Data-data ini belum termasuk pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan oleh
pengusaha seperti membayar upah di bawah ketentuan, tidak membayarkan THR,
pelanggaran atas jam kerja dan upah lembur, dan sebagainya.
Pengaruh
dari jam kerja yang berlebihan bisa berdampak pada meningkat resiko terjadinya
kecelakaan kerja, Berdasarkan dari data Kemnaker RI menyatakan bahwa pada tahun
2023 jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 370.747
kasus.
Selain itu, pengaruh dari jam kerja berlebih juga bisa
berdampak pada meningkat resiko terjadinya kematian akibat kecelakaan kerja,
sebagaimana bersumber dari data BPJS Ketenagakerjaan membagi akibat yang
dialami oleh pekerja ke dalam beberapa kelompok yaitu; cacat fungsi, cacat
sebagian, cacat total tetap, meninggal dunia dan sembuh. Dimana berdasarkan
data pada tahun 2021 pekerja yang mengalami cacat fungsi sebanyak 3.804 kasus,
cacat sebagian sebanyak 4.362 kasus, cacat total tetap sebanyak 28 kasus, meninggal
dunia sebanyak 6.552 kasus dan sembuh sebanyak 219 624 kasus. Sehingga yang
menjadi perhatian penting ialah pastikan Kesehatan dan keselamatan kerja
terjamin aman karena sejatinya tempat Kerja bukan kuburan.
Hal
tersebut semakin diperburuk dengan disahkannya UU No. 6 Tahun 2023 Tentang
Cipta Kerja yang mempunyai dampak negatif terhadap hak-hak pekerja karena tidak
menjamin adanya kepastian kerja, kepastian upah dan kepastian jaminan sosial,
yang pada askhirnya hal tersebut berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraan
pekerja. Misalnya dimudahkannya system kerja kontrak (PKWT) magang dan
outsourcing, melanggengkan politik upah murah, dimudah terjadinya pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan dengan kompensasi yang nilainya lebih sedikit dari
ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.
Berpijak
pada situasi yang terus menghimpit kaum buruh, penanda perjuangan buruh belum
usai. Maka, peringatan Hari Buruh Internasional bukan sekedar tradisi dan
seremoni, hari ini menjadi pengingat bahwa hidup yang lebih layak bagi kaum
buruh tidak akan ada begitu saja tanpa perjuangan oleh kaum buruh itu sendiri.
Tugas kita sebagai buruh belum selesai, masih banyak hak-hak buruh yang harus
kita rebut bagi kesejahteraan kaum buruh. Oleh karenanya pada peringatan Hari
Buruh Internasional kali ini, kami menuntut:
- Berikan upah layak kepada buruh.
- Berlakukan 6 jam kerja sehari bagi buruh.
- Hentikan PHK terhadap buruh.
- Cabut UU Cipta Kerja dan aturan turunannya yang merugikan buruh.
- Kebebasan berserikat bagi seluruh buruh di Indonesia tanpa syarat.
1 Mei 2024
Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) Indonesia