Oleh: Idha Nafiatul Aisyi*
Serikat Pekerja Area Solo Raya (SPLAS) bersama Ferderasi SERBUK Indonesia
menyelenggarakan acara Buka Puasa dan Bedah Buku yang berjudul Jejak Listrik di
Tanah Raja pada Jumat (15/04/2022). Acara tersebut dihadiri oleh Eko Sulistyo,
Komisaris PT PLN (Persero) sekaligus penulis buku, Indra
Yudhatama dari Direktur Eksekutif Suara Nusa Institute, dan Rizal Fakhrudin
dari Indonesia Power, salah satu anak perusahaan PLN.
Acara yang berlangsung selepas ashar hingga menjalang maghrib itu
dilaksanakan di Hotel Sala View, Jl. Slamet Riyadi 450, Surakarta. Ada sekitar Tiga
puluhan tamu undangan yang hadir dari berbagai daerah.
Buka bersama dan bedah buku ini dilaksanakan sebagai momen
silaturrahmi antar sesama pekerja listrik yang ada di Nusantara. “Selain
sebagai ajang silaturrahmi, momen ini harapannya dapat memberikan dinamika kepada
seluruh stakeholder dalam memajukan dan menjadikan serikat pekerja
semakin bersinergi, aktif, dan progresif,” kata
Tri Joko Susilo, Sekretaris SPLAS Solo.
Hal serupa juga diafirmasi dalam sambutannya oleh Komite Serbuk
Wilayah Jawa Tengah dan DIY, Abdul Gopur. Ia menegaskan
bahwa SERBUK Indonesia adalah organisasi yang juga
berfokus pada isu kelistrikan.“Sangat penting untuk melakukan konsolidasi,
pendidikan, dan segala bentuk kegiatan yang berbentuk penguatan aliansi strategis untuk perjuangan listrik nasional,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa buku Jejak Listrik di Tanah Raja membuktikan
bahwa buruh ikut serta dalam menorehkan sejarah pergerakan tempo dulu. Melalui
kegiatan ini kita semua bisa terus menjaga komitmen untuk berjuang dan
melaksanakan sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Diskusi dengan sangat apik dibuka oleh Moderator, Khamid Istakhori,
sekaligus memberikan pengantar bahwa fakta hari ini menunjukan bagaimana tenaga
alih daya justru terpinggirkan oleh vendor yang sering semena-semena. Sehingga
seiring dengan maraknya isu privatisasi yang terjadi, tenaga alih daya menjadi
ujung tombak perjuangan isu tersebut.
Kesempatan selanjutnya di berikan kepada narasumber pertama,
penulis buku sekaligus komisaris PT PLN (Persero). Eko
Sulistyo menerangkan tentang konteks buku jejak listrik di tanah raja yang
bercerita soal sejarah panjang sektor kelistrikan di wilayah Surakarta.
Menurutnya, listrik adalah gerakan fajar nasionalisme.
“PLN/Kelistrikan selalu dimaknai dalam konteks infrastruktur keras. Maksudnya adalah tugas PLN yang banyak orang pahami adalah menghadirkan infrastruktur keras seperti transmisi, gardu, dan berbagai macam bentuk infrastruktur kelistrikan lainnya. Lewat buku ini, kita membuktikan bahwa kehadiran listrik telah menghadirkan infrastruktur lunak. Kehadiran listrik memberikan dampak di banyak sektor seperti tumbuhnya pusat hiburan, ekonomi, emansipasi politik dan ideologi, hingga mempercepat jalannya modernisasi,” jelasnya.
Dampak kehadiran listrik di Solo terbukti membersamai banyak
sejarah besar. Kongres SI, upaya Keraton Mangkunegara dalam menghadirkan pembangkit
listrik sendiri, dan peran pekerja kelistrikan dalam mendesak Soekarno untuk
menduduki dan menasionalisasi listrik peninggalan kolonial.
Narasumber Kedua, Iranda Yudhatama lebih banyak bercerita tentang
relasi kuasa listrik abad 20 oleh penjajah yang punya orientasi mengakumulasi
modal lebih banyak secara terus-menerus. Di banyak buku sejarah, sangat jarang
ditemukan fakta tentang listrik yang punya pengaruh terhadap
perubahan-perubahan besar. Saat itu, Belanda tidak mau monopoli atas industri
listrik dikuasai oleh pribumi. Sama hanya dengan konteks PLN hari ini, ia tidak
boleh diprivatisasi dengan dikuasai oleh pihak tertentu saja.
“Pada masa 90an dulu, gerakah buruh di Solo sangatlah masif. Mereka
banyak Melakukan aksi pemogokan menjelang peruntuhan orde baru terutama
industri manufaktur. Sehingga perubahan sosial muncul bukan hanya dari agency
saja, melainkan juga aktor penting yang hadir dari sektor hilir, dan posisi SPLAS
sebagai sebuah organisasi buruh ada di sana,” tutur
Direktur Suara Nusa Institute tersebut.
Rizal Fakhrudin sebagai narasumber ketiga juga memberikan
perspektif tentang bagaimana upaya pertahanan yang bisa dilakukan agar PLN
tidak diprivatisasi. Indonesia Power sebagai anak perusahaan PLN memberikan
banyak data dari mulai Undang-undang kelistrikan, tuntutan besar masyarakat
terhadap kebutuhan listrik, hingga konsisi kelistrikan di Indonesia.
“Listrik adalah hajat hidup orang banyak, hampir semua bidang
produksi membutuhkan tenaga listrik. Peristiwa breakout listrik Jakarta
yang menyebabkan kerugian hingga triliunan rupiah membuktikan bahwa listrik
adalah kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat,” ujarnya.
Setelah pemaparan Tiga narasumber, forum kemudian
dilanjutkan dengan diskusi aktif. Forum bedah buku yang dihadiri oleh serikat pekerja
listrik sekaligus komisaris PLN akhirnya menjadi ruang untuk saling berbagi
keresahah. Di forum diskusi inilah tenaga alih daya meluapkan curahan hatinya
tentang beban pekerjaan yang terus bertambah banyak, tetapi tidak dibarengi
dengan peningkatan upah.
Eko Sulistyo berjanji akan menyampaikan semua keluh kesah yang ada
dan berupaya sebaik mungkin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi para pekerja
listrik. Acara kemudian ditutup dengan buka bersama seluruh tamu undangan yang
hadir.
*Penulis adalah Bidang Pengembangan Organisasi
di Kanal Muda dan sering terlibat dalam perjuangan-perjuangan SERBUK Indonesia