Ketua Umum Federasi Serikat (SERBUK) Indonesia Usman Sopiyan menolak penerbitan regulasi terbaru Menteri Ketenagakerjaan terkait manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa diklaim buruh saat memasuki usia 56 tahun. Menurut Usman, aturan ini merugikan para pekerja, terutama mereka yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
"SERBUK menolak dengan tegas ketentuan yang diatur dalam Permenaker 2 Tahun 2022 tentang klaim pencairan JHT pada usia 56 tahun,” tegas Usman di Karawang. Usman menyebutkan bahwa sejak awal masa pandemi, kaum pekerja sudah mengalami kesengsaraan dengan berbagai kebijakan pemotongan upah hingga kenaikan upah minimum yang sangat rendah, bahkan 0 rupiah. Ditambahkan juga, mengenai ancaman PHK yang masih tingggi akibat alasan ekonomi yang belum sepenuhnya membaik. “Meskipun Pemerintah mengklaim kenaikan pertumbuhan ekonomi, tapi ancaman PHK masih besar,” tutur Usman.
SERBUK memandang bahwa selama pandemi dan terutama sejak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan telah menerbitkan berbagai kebijakan yang menyengsarakan buruh. “Sebut saja Surat Edaran yang diteken Menteri pada awal Pandemi yang mengizinkan pemotongan upah dan pembayaran tunjangan hari raya (THR) yang biosa dicicil” tutur Usman.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur tata cara pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun. Regulasi yang ditetapkan pada 2 Februari 2022 tersebut otomatis mencabut -Mencabut Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2015. Permenaker terbaru tersebut mengatur pembayaran jaminan hari tua bagi yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) baru bisa diambil apabila di PHK pada usia 56 tahun. Secara perhitungan, apabila buruh terPHK pada usia 35 tahun, dana yang terkumpul dalam JHT tersebut baru bisa diambil setelah menunggu 21 tahun, ketika usianya sudah mencapai 56 tahun. Berbagai serikat buruh, federasi, dan konfederasi memprotes aturan tersebut karena dirasa sangat merugikan, jika buruh tersebut kena pemutusan hubungan kerja (PHK) di usia 35 tahun, JHT baru bisa dicairkan 21 tahun kemudian.
Selain dari kalangan pekerja, penolakan juga terdengar dari Gedung Parlemen. Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menyebutkan bahwa aturan baru yang mengatur penarikan JHT belum dibahas dengan mitra pemerintah di Komisi IX DPR RI dan semestinya dibatalkan pemberlakuannya. Senada dengan hal tersebut, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebutkan bahwa baru saja pemerintah melukai perasaan keadilan kaum buruh dengan penerbitan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. "Kita baru saja dihantam dengan PP 36/2021 tentang Pengupahan. Sekarang lagi-lagi Menaker menghantam kaum buruh dengan keluarnya aturan tentang pembayaran JHT," ucapnya.
Seruan aksi untuk menolak Permenaker tentang JHT juga datang dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesiam (KPBI). Melalui seruan aksi yang diterima oleh federasi serikat anggota (FSA), Ketua Umum KPBI Ilhamsyah menyerukan aksi pada 15 Fenruari 2022. “Kami menyerukan kepada seluruh FSA KPBI untuk menggelar aksi di depan Kantor Menaker Jakarta pada 16 Februari 2022 dan juga kantor-kantor pemerintah daerah lainnya,” tulis KPBI.