Oleh: Khamid Istakhori*
Link dan gambar yang saya kirimkan ini (https://youtu.be/ueynAUG6tAQ)
Saya menemukan dari Youtube, sebuah pidato Pandji Pragiwaksono di hadapan karyawan Comica, perusahaan yang sepenuhnya bekerja untuk menjual karyakarya-karya komika. Dalam paparannya, Pandji menyebutkan bahwa komika, hanya akan hidup kalau dia bisa berjualan. Berjualan apa? Karya. Artinya, seorang komika dituntut untuk terus bisa menjual karya-karya terbaiknya, sehingga mendapatkan reward (berupa uang tentu saja).
Dalam potongan video, sekitar menit ke 36-38, Pandji menyebutkan sebuah transformasi bisnis lawakan yang kian berkembang. Pada video lain, Pandji menyebutkan bahwa salah satu keberhasilan bisnis lawak adalah sekarang orang menjadikan lawak sebagai mata pencaharian. Menurut Pandji, dari stand up comedi, berkembang jadi podcast, menjadi buku, menjadi sekolah publik speaking, film, hingga konser yang dihadiri ribuan pengunjung.
Saya menemukan pernyataan Pandji (pada menit ke 36-38) yang relevan dengan keseharian kita sebagai serikat buruh. Pada video tersebut, Pandji menyebutkan bahwa nanti, bisnis lawakan akan mengalami stagnasi, mandeg. Dia mengatakan, "If you are tired of selling, branding!” terjemahan bebasnya kira-kira gini: Kalau elo capek jualan, branding!
Di mana letak relevansinya dengan organiser serikat buruh? Anggap saja, seorang organiser itu seperti seorang komika. Dia harus punya 2 hal (ingat video sebelumnya!), yaitu ilmu dan jam terbang. Ilmu itu artinya belajar, membaca, diskusi, menganalisis, belajar pemetaan, mempelajari karakter manusia, dll. Jam terbang artinya praktik. Tanpa praktik, kamu hanya akan menjadi zombie yang menguasai ilmu tapi mandeg dan tidak berkembang. Itulah kenapa seorang organiser harus mengasah ketrampilannya. Bukan saja ketrampilan mengorganisir, tapi juga ketrampilan menulis, membuat laporan, pemetaan lapangan, memimpin diskusi, presentasi, membuat selebaran, dll.
Nah, pernyataan 'Kalau elo capek jualan, branding!' sebenarnya lebih pada sebuah saran dan dorongan agar selain melakukan kerja lapangan, seorang organiser (dan organisasi pada umumnya) harus melakukan branding. Menurut sebuah artikel yang dikutip dari https://www.becakmabur.com/tentang-branding, disebutkan bahwa branding berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu brand yang berarti merek. Penerjemahan bebasnya, branding berarti memperkuat merek produk ataupun jasa. Merek, fungsi dasarnya adalah pembeda antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian branding memerlukan kekuatan dan pengelolaan melalui tiga unsur penting, yaitu: dari apa yang anda lihat (tangible), apa yang anda dengar, dan yang anda rasakan (intangible).
Kesimpulan kecilnya adalah, selain terus bekerja di lapangan untuk 'menjual serikat' (dalam arti mengajak buruh untuk berserikat), ada kerja besar lain yang tak kalah penting, yakni mem-branding serikat buruh, organisasi kita. Pertama: Menjadikan serikat buruh kita menarik pandangan orang (melalui aksi, website, media sosial, dll). Kedua, menarik pendengaran orang (melalui lagu-lagu, video, podcast, marketing mulut ke mulut). Ketiga, memastikan hasil perjuangan serikat buruh dapat dirasakan oleh anggota (kenaikan upah, kenaikan bonus, pengangkatan menjadi pekerja tetap, dll).
Nah, bener gak pernyataan ini: If you are tired of selling, branding! Kalau elo capek berjualan, ya branding! Salah satu indikator keberhasilannya, tentu saja serikatmu akan jadi populer dan dicari oleh buruh-buruh, mereka datang karena tertarik untuk menjadi anggota.
Mari kita coba!
*Penulis adalah Kordinator Departemen Pendidikan SERBUK Indonesia