Presiden Joko Widodo:
“Penjelasannya panjang sekali. Pertanyaan saya, Bapak Ibu semuanya kan orang pinter-pinter, apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkulasi kalau akan ada kejadian-kejadian?” kata Jokowi saat mengunjungi kantor pusat PLN di Jakarta Selatan, Senin, 5 Agustus 2019.
Pernyataan Jokowi tersebut, disampaikan di depan petinggi BUMN strum itu, pasca matinya listrik di seantero Jawa, total! Meskipun halus, tapi sejatinya Jokowi murka, sangat murka. Tetapi, menurut saya, ungkapan Jokowi itu salah. Salah besar! Sebab, orang-orang yang ada di hadapan Jokowi itu gak pinter-pinter amat, mereka justru menjadi sumber masalah di dalam perusahaan negara itu. Mari kita cek faktanya!
Di PLN, ada satu kantor yang namanya rayon, setingkat kabupaten begitu. Sebutlah kota XYZ di Jawa Tengah, yang kemarin saya kunjungi, di dalamnya hanya ada 10-15 orang pegawai PLN, pegawai tetap. Biasanya mereka senang dipanggil karyawan PLN. Kami terbiasa menyebut mereka sebagai pegawai organik PLN. Apa saja kerja mereka? Gak tahu dan gak jelas!
Di kantor itu, ada pekerja lain, dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Setidaknya terbagi dalam beberapa bagian. Si manis yang kerjanya menerima pengaduan. Semacam bagian depan kantor. Jumlahnya bisa sepuluhan orang. Lalu ada Satpam, mungkin sekitar duapuluhan. Terus ada pembaca dan pencatat meteran di rumah-rumah pelanggan, jumlahnya ada sekitar 50-100 (jika diambil rata-rata ada 75 orang), terus ada bagian pelayanan teknik yang kerja siang malam melakukan perbaikan. Kalau Bapak ibu sering mendengar berita ada orang PLN yang kecelakaan dan terpanggang di tiang listrik, dari bagian ini mereka berasal.
Selain itu, ada bagian gardu induk yang berjaga di gardu-gardu induk yang tersebar di banyak tempat. Anggap saja jumlahnya 25. Dan semuanya itu, bekerja dalam berbagai vendor sebagai buruh outsourcing. Sudah bekerja selama 10-25 tahun, tapi masih berstatus outsourcing, tiap 2-5 tahun harus tanda tangan kontrak baru. Setiap ganti vendor, masa kerjanya dihitung 0 tahun dan tanpa pesangon. Kejam Bukan?
Mari bandingkan. Dalam satu rayon, hanya dihuni 15 orang pegawai PLN organik dan di dalamnya terdapat buruh outsourcing yang jumlahnya 10+20+75+25=130 orang. Jumlah yang fantastis bukan? 90% pekerja PLN adalah outsourcing. Bagaimana nasib outsourcing ini? Setiap 2-5 tahun ganti vendor. Setiap ganti vendor dipecat tanpa pesangon, harus bikin lamaran baru lagi, upahnya UMK (jikapun lebih, hanya sedikit), gak adaTHR, kalau kecelakaan kerja dipecat! Setiap ganti vendor, masa kerjanya dihitung 0 tahun. Dan seterusnya!
Jadi, ketika mati lampu dan anda sekalian mencaci PLN, mungkin bisa jadi yang ada dalam pikirannya adalah buruh-buruh outsourcing ini. Yang selalu hadir di hadapan anda: mencatat meteran listrik di rumah, memperbaiki kabel yang rusak, dan mungkin yang memutus aliran listrik di rumah anda karena telat bayar. Sekedar info saja ya, mereka terpaksa memutus listrik di rumah anda (ketika telat bayar), karena memang itu tugasnya. Kalau gak ya mereka dipecat.
Jadi,ketika Jokowi bilang: “Bapak Ibu semuanya kan orang pinter-pinter, apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun” sebenarnya Mas bro sedang salah menilai. Yang pinter-pinter, berdedikasi, mempertaruhkan nyawa, dan berjibaku menghadirkan listrik ke rumah kita itu, adalah buruh outsourcing. Sementara, “orang-orang pinter” itu, sejatinya adalah parasit!
O iya, tunggu sebentar, sebenarnya ada di antara pegawai PLN organik itu juga peduli dengan outsourcing dan seringkali berjuang bersama, merekalah yang bertahun-bertahun mempertahankan PLN dari ancaman liberalisasi dan privatisasi dengan berjuang melalui serikat pekerja. Untuk mereka ini, saya mengenal dengan baik dan pantas kita berterima kasih.
Jadi, berhati-hatilah ketika anda menghujat PLN, bisa jadi, anda salah menilai. Seperti Bapak JKW itu!