Jakarta, 13 januari 2019 – Berawal dari penyerahan surat legalitas serikat pekerja/buruh Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) CV. Golden Djaya kepada pemilik CV. Golden Djaya, pemberangusan serikat itu dimulai. Prianto, pemilik perusahaan percetakan yang beralamat di jalan peternakan 3 dalam, Jakarta Barat pada 7 Januari 2018 menolak adanya serikat buruh di perusahaannya dengan dalih bahwa perusahaan yang dimilikinya berbentuk CV dan bukan PT serta di lingkungan tersebut tidak ada serikat pekerja/buruh.
Para buruh membentuk serikat karena ingin memperjuangkan hak-hak yang selama ini terus dilanggar. Salah satu buruh CV. Golden Djaya mengatakan bahwa selama ini perusahaan telah lalai dalam memberlakukan jam kerja dan pemberian upah. Selama ini pekerja CV Golden Djaya bekerja selama 12 jam/hari tanpa dihitung lembur, bahkan hari sabtu pekerja dipaksa untuk masuk tanpa dihitung lembur.
Bukan hanya itu, upah yang diterima pekerja hanya berkisar antar Rp. 55.000,- s/d Rp. 85.000/hari juga jauh dibawah ketentuan pemerintah kota jakarta. Berdasarkan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp. 3.940.973,- seharusnya upah yang diterima pekerja CV. Golden Djaya sekurangnya adalah Rp. 179.135,-/hari.
Selain soal upah, buruh di CV Golden Djaya bekerja tanpa kepastian. Salah seorang pekerja lainnya menyebutkan ia masuk kerja ke perusahaan dengan cara perantara saudara tanpa lamaran apapun. Ia langsung masuk kerja sebagai kenek expedisi dan dianggap karyawan tetap.
”Pada tahun 2012 saya diangkat menjadi driver tanpa mendapatkan surat pengangkatan jabatan. Lalu pada tahun 2015 saya diangkat menjadi mandor di perusahaan sampai saat ini tanpa surat penetapan,“ ungkapnya. Selama bekerja, ia mengaku tidak pernah sekalipun menandatangani surat perjanjian kerja atau pun surat pengangkatan jabatan.
Bukan hanya menolak keberadaan serikat, pihak pengusaha juga memberikan ancaman berupa intimiadasi kepada pekerja dengan mengatakan bahwa, jika masih ingin bekerja di CV. Golden Djaya maka pekerja harus keluar dari keanggotaanya sebagai serikat pekerja. Mendapat ancaman tersebut, 58 pekerja kompak menjawab dengan pemogokan masal selam 4 hari, dari tanggal 8 s/d 11 januari 2019 dengan tututan agar pemilik perusahaan menerima keberadaan FBTPI CV. Golden Djaya.
Dengan aksi mogok kerja tersebu, perusahaan tidak dapat beroperasi. Akhirnya hari Sabtu 12 Januari 2019, pengusaha kembali memanggil para pekerja untuk bekerja kembali dengan syarat semua pekerja mau menandatangani kontrak kerja yang dibuat oleh pengusaha. namun isi dari kontrak kerja tersebut sangat memberatkan bagi para pekerja.
“Dia meminta tanda tangan diatas materai, kalo dibaca-baca sih itu kontrak kerja. Terus pasal-pasalnya itu banyak tapi isinya menuntut semua. Kewajiban kami semua. Jadi hak-hak buruh itu tidak ada,” ungkap salah seorang pekerja yang tidak bersedia disebutkan namanya di sekretariat Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, Minggu, 13 Januari 2019.
Jika pemilik perusahaan tetap meminta semua pekerja untuk tanda tangan kontrak, maka pihak pekerja tidak akan menandatangani kontrak kerja tersebut dan memilih untuk mogok kerja kembali hingga seluruh permintaan pekerja dipenuhi. Harapan dari para pekerja CV. Golden Djaya adalah perusahaan mau menerapkan peraturan sesuai dengan undang-undang yang berlaku serta memberikan upah yang layak sesuai dengan Upah Minimum Provinsi 2019 DKI Jakarta.
Reporter: Nurdin dan Ahmad Haris (SERBUK Indonesia) bersama Marulloh (FBTPI)