Pengantar:
2019 merupakan tahun pemilu. Siklus lima tahunan ini selalu menyisakan perdebatan tentang partai-partai. Isu yang mengemuka adalah mau ikut pemilu atau tidak, mau nyoblos atau golput. Kelompok yang golput bilang, tak ada partai yang berpihak pada buruh. Kemudian yang ikut mendukung parta-partai berargurmen bahwa lebih baik terlibat dari pada suara kita dimanipulasi cukong politik. Tarik ulurnya selalu begitu dan akan terulang lagi setiap kali pemilihan umum dilangsungkan, baik untuk memilih Bupati/Walikota, Gubernur, atau memilih Partai-Partai.
SERBUK akan menurunkan tulisan berseri mengenai partai politik. Tulisan pertama mencoba mengupas mengenai pengertian partai politik. Tulisan berikutnya akan mencoba membahas mengenai partai politik di Zaman Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reformasi.
Tulisan yang dibuat oleh Khamid Istakhori ini merupakan hasil penelitian singkatnya mengenai partai politik yang difokuskan pada hal ikhwal partai politik dari sisi tinjauan hukum.
Selamat membaca dan berdiskusi.
Politik –secara konseptual– dapat dimaknai sebagai cara untuk mendapatkan kekuasaan (legislatif dan eksekutif); berdasarkan aturan yang tertulis maupun mengikuti kehendak yang berkembang dalam masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa politik adalah strategi untuk mendapat kekuasaan sekaligus memilih para pemimpin yang akan menjalankan kekuasaan itu.
Dalam konteks kehidupan berpolitik di Indonesia, kekuasaan yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk mewujudkan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum pada alinea IV Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945:
“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Idealnya, pemimpin yang akan menyelenggarakan kekuasaan –yang mempunyai pengetahuan (keahlian) dan pengalaman dalam menyelenggarakan pemerintahan itu– direkrut melalui partai politik. Maka untuk itulah, kehadiran partai politik menjadi prasyarat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi modern.
“Partai-partai politik adalah bentuk organisasi utama dalam demokrasi modern. Dengan demikian, organisasi tersebut harus sejalan dengan norma-norma demokrasi yang sebenarnya”.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 memberikan definisi partai politik sebagai berikut:
“Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”
Miriam Budiardjo mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir, anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasana politik dan memperebutkan kedudukan politik.
Sigmund Neumann dalam bukunya, Modern Political Parties mengatakan bahwa partai politik adalah usaha untuk menguasai pemerintah dan memenangkan dukungan rakyat melalui organisasi dari aktivis-aktivis politik dan bersaing dengan golongan lain yang berpandangan berbeda.
Pendapat lain tentang partai politik disampaikan oleh Carl J. Friedrich:
“Partai politik adalah sekelompok manusia yang mengorganisir dirinya secara stabil dan bertujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materil.”
Sementara, Giovanni Sartori menjelaskan bahwa partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan –melalui pemilihan umum itu– menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
Dari kelima definisi partai politik sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, pernyataan Miriam Budiardjo, Giovanni Sartori, Sigmund Neumann, dan Carl J. Friedrich, dapat ditarik benang merah bahwa partai politik merupakan suatu kelompok manusia atau warga negara yang mengorganisir diri menyalurkan aspirasi dan mencapai tujuannya.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, menyebutkan tujuan umum pendirian partai politik sebagai berikut: Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia; Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam negara yang demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu:
1. Partai Sebagai Sarana Komunikasi Politik: partai politik menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kemacetan pendapat dan aspirasi dalam masyarakat dapat diminimalisir.
2. Partai Sebagai Sarana Sosialisasi Politik: partai politik dapat memfungsikan dirinya sebagai sarana sosialisasi politik (Instrument Of Political Socialization).
3. Partai Politik sebagai Sarana Rekrutmen Politik: partai politik menjalankan fungsi untuk menemukan dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam aktivitas berpolitik sebagai anggota partai (Political Recruitment).
4. Partai Politik sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management): Persaingan dan perbedaan dalam era demokrasi merupakan satu keniscayaan, apabila terjadi konflik partai politik berusaha untuk mengatasinya.
Sementara, peran signifikan partai politik –dikaitkan dengan sejarah demokrasi modern yang mengutamakan perwakilan– adalah: pertama, partai politik mengagregasikan kepentingan dan aspirasi masyarakat lalu mentransformasikannya dalam bentuk platform yang diusung dalam pemilihan umum.
Kedua, partai politik adalah satu-satunya pemegang mandat konstitusi yang dapat menerjemahkan kepentingan dan nilai-nilai masyarakat ke dalam legislasi dan kebijakan publik yang mengikat
Oleh: Khamid Istakhori, Sekretaris Jenderal SERBUK Indonesia.