Pak Polisi, dari pada panas-panasan ngatur lalu lintas yang macet,
mendingan sini join sama saya, kita main gaple saja!
(Mbah Ngatmin, tokoh fiksi)
Polisi berdiri di perempatan jalan, berseragam, niup-niup peluit, berkeringat, haus, dan wajahnya penuh debu adalah satu hal. Sementara duduk di warung kopi, bergerombol sambil becanda ria, banting kartu gaple, dan “membully” yang kalah dalam bergaple dalam tawa yang renyah berderai, adalah hal lain. Keduanya tidak dapat dipersalahkan, tidak dapat diperbandingkan, dan tidak pula bisa didapat dipertentangkan.
Polisi yang berdiri di perempatan dengan segala kerepotannya adalah konsekuensi atas profesi sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Mereka (para polisi itu) tidak pernah meminta untuk dikasihani. Justru mereka bangga dengan tugas itu sebab mereka –bisa jadi– melalui proses yang lumayan panjang untuk jadi polisi. Sekolah SMA, lulus, ndaftar jadi polisi, ikut test. Bisa jadi, emak-bapaknya di kampung sampai harus jual sawah kebon kambing dan sapi untuk biayanya. Semua simbol yang melekat di tubuhnya, menunjukkan satu hal saja: kebanggan sebagi bhayangkara negara. Tentu, alangkah naifnya Mbah Ngatmin yang sok tahu, sok peduli, sok menilai, dan sok akrab menawari agar polisi yang sibuk itu agar nongkrong di warung, ngopi, main gaple agar hidupnya bahagia. Semua yang dilakukan oleh Mbah Ngatmin, merujuk pada satu saja: tidak paham substansi! Untuk tidak mengatakan sebagai tindakan NORAK!
Tulisan pendek ini, hendak membahas beberapa meme yang diduga diproduksi oleh pihak kepolisian negara, melihat dari beberapa logo dan identitas yang ada, meme itu merujuk pada institusi kepolisian. Setidaknya, terlihat dari beberapa hal, yaitu: akun facebook KAPOLRES TANGERANG, Instagram @KAPOLRESTANGERANGOFFICIAL, dan website HTTP://TRIBRATATANGKAB.COM. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan meme karena ini bagian dari ekspresi. Tapi ketika meme –termasuk poster, kartun, lelucon, komik, dan lain-lain– dibuat dengan selera humor yang rendah, tidak paham substansi, tidak respek pada pihak yang hendak disasar, tentu akan dicap sebagai meme murahan. Terlebih, ketika meme itu dibuat oleh sebuah institusi negara, yang dibiayai oleh pajak dari rakyat, dengan berbagai dana bantuan keuangan dari berbagai lembaga internasional tentu akan mendapaytkan respon yang miring. Termasuk didalamnya adalah meme-meme yang dibuat oleh Polres Kabupaten Tangerang.
Salah satu meme yang diproduksi oleh Polres Tangerang adalah sebuah poster, yang bergambar tangan yang sedang memegang raja dalam permainan catur dan sedang melakukan skak mat. Poster ini dimaksudkan sebagai ajakan untuk mengikuti lomba catur yang diselenggarakan pada 23 Maret 2018 –bulan-bulan padat ketika buruh berjuang menuntut Upah Minimum Kabupaten/Kota– dengan kalimat: Daripada pusing mikirin UMK, Lebih baik pikirin bagaimana caranya sksk mat. Atau poster lain yang berbunyi: daripada ikutdemo, mending ikut mancing. Menurut poster tersebut, lomba mancing dilaksanakan pada 1 Mei 2018 bertepatan dengan Hari Buruh Internasional.
Kedua poster tersebut, mewakili poster yang lainnya, mungkin terlihat lucu, ringan, dan cerdas, padahal sebenarnya tidak. Justru dibuat dengan sembrono, serampangan, dan berpotensi melukai perasaan kaum buruh. Kenapa bisa? Mari kita bahas!
Aksi UMK dan Aksi May Day: Aksi Kehormatan bagi Buruh!
Bila polisi menganalogikan perjuangan menuntut UMK dan Aksi May Dayi sesuatu yang tidak perlu, hanya melelahkan, dan membuat buruh kepanasan tanpa manfaat, sebagai polisi anda keliru. Sama seperti seorang polisi lalu lintas yang ada di bawah lampu merah dengan keringat, debuh, kepanasan, dan bangga melakukan tugas negara, demikian pula kaum buruh. Perjuangan menuntut upah, adalah perjuangan yang terhormat, bermartabat, dan mulia.
Perjuangan menuntut upah –bukan meminta apalagi mengemis– hanya dilakukan oleh buruh dengan kesadaran politik yang paripurna. Butuh waktu bertahun-tahun untuk belajar sampai paham kenapa upah harus diperjuangkan. Ada Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) yang mengatur tentang upah. UUK yang dijadikan dasar oleh buruh untuk berjuang itu, disahkan oleh DPR RI, lembaga resmi yang keberadaannya diatur oleh Konstitusi, lalu disahkan dengan tanda tangan basah oleh Megawati, Presiden Republik Indonesia kala itu. Selanjutnya ada regulasi lain dari Presiden dan juga Menteri-menteri terkait. Upah itu, disusun oleh sebuah lembaga yang diatur dengan ketentuan jelas, bekerja menurut aturan hukum, berbulan-bulan. Ada persyaratan pendidikan akademik untuk bisa masuk Dewan Pengupahan di Kabupaten, Provinsi, apalagi Nasional. Kurang apa lagi?
Runyamnya, UMK yang anda anggap ecek-ecek itu, menjadi lebih susah terwujud karena Presiden Republik Zaman Now, Ir. Joko Widodo, menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang meluluhlantakkan hak buruh untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Peraturan itu, menguburkan mimpi indah buruh untuk mendapatkan hak konstitusionalnya dengan lebih baik. Buruh sudah melakukan upaya panjang untuk menolaknya melalui Mahkamah Agung (MA) dan Lembaga Yudikatif lainnya. Terakhir, Mahkamah Agung juga menerbitkan sebuah putusan yang menyatakan Gubernur DKI Jakarta bersalah karena memutuskan kenaikan upah berdasarkan PP 78/2015 itu. Masih kurang? Baca fakta berkaitan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membebaskan 26 aktivis dan pengurus Serikat Buruh berbagai Konfederasi yang ditangkap polisi pada 30 Oktober 2015 dengan tuduhan membuat keributan, mereka dipukuli, ditangkap, ditahan, dan dihina-hina. Pengadilan dengan tegas menyatakan anda, para polisi bersalah dan menyatakan para pejuang hak asasi itu bebas. Apa makna ini semua? Berjuang merebut upah adalah kehormatan!
Ah, mari kita bicarakan May Day! Ini menckup sejarah yang lebih besar lagi. May Day, adalah sebuah peringatan atas peristiwan 200an tahun lampau atas pembantaian buruh di Amerika yang mogok menuntut pelaksanaan hak buruh. Salah satu yang terpenting adalah 8 jam kerja. Anda, para polisi, bahkan ikut menikmati hasil perjuangan ini. Anda hanya wajib bekerja 8 jam, istri anda yang mungkin kerja kantoran juga bekerja 8 jam, anak-anak polisi yang kerja di kantor-kantor pemerintah juga bekerja 8 jam. Kurang hebat apa perjuangan yang melatari lahirnya May Day?
Soekarno, Presiden Pertama Republik yang berjibaku memerdekakan negeri ini dari penjajahan bahkan menorehkan tanda tangan emasnya pada Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 untuk menjadikan 1 Mei, hari agung itu sebagi hari libur resmi. Anda mau bilang kalau Soekarno salah? Atau Soekarno dijebak? Lalu, sejarah berlanjut, Pak Polisi. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Keenman RI itu yang menerbitkan Keputusan Presiden untuk menjadikan May Daysebagai Hari Libur Nasional mulai 2014. Lalu, anda akan bilang SBY khilaf?
Ketika Buruh berkonvoy, aksi, rallym turun ke jalan, demonstrasi¸ dalam benaknya sedang menapaktilasi perjuangan para pahlawan mereka yang berhasil membebaskan keterbelaknagndan ketertindasan. Sama seperti jutaan rakyat di negeri ini yang melakukan kegiatan memperingati Peringatan Kemerdekaan setiap 17 Agustus. Bagi mereka, itulah kecintaan dan kehormatan. Bukan ecek-ecek. Jadi, sekali lagi harus dikatakan: meme anda tentang UMK dan May Day adalah sebuah pengingkaran atas sejarah besar, nilai kemanusiaan yang luhur, dan tentu saja: anda gagal memahami substansi!
Polisi: Laksanakan Tugasmu, Fokus, Fokus, Fokus!
Buruh Indonesia sebagai bagian dari Rakyat Indonesia meminta anda, para polisi untuk bekerja, melaksanakan tugas, dan fokus! Bagi kami, ini penting sebab –seperti polisi lalu lintas yang akan selalu dikenang dan dihormati– ketika polisi bekerja dengan baik, kami akan bangga dengan institusi ini. Merasakan bahwa pajak yang dibayarkan, baju seragam yang mereka jahit, celana dalam yang kalian pakai, sebagai persembahan terbaik untuk anak bangsa terbaik.
Fokus pertama adalah kasus Novel Baswedan. Buruh Indonesia dan gerakan sosial negeri ini mendesak anda menyelesaikan kasus ini. Sudah lewat 365 hari kasus penyiraman wajah Novel dengan air keras terjadi, tapi tak satupun pelaku ditangkap. Apa yang menyulitkan bagi kalian sehingga kasus ini tak terungkap? Tak cukup janji-janji saja yang membuat kami semakin kehilangan rasa percaya.
Kedua, mari kita cek, berapa banyak kasus perburuhan yang seharusnya menjadi tugas polisi tapi mandeg, jalan di tempat? Berapa ratus kasus pemberangusan serikat yang dilaporkan kepada polisi berhenti tanpa kabar? Sebut saja kasus pemberangusan Serikat Buruh di Karawang yang alami oleh buruh PT. Honda Prospect Motor, hingga kini berhenti tanpa kejelasan. Lalu, kasus pemberangusan serikat yang dialami oleh buruh PT marugo, tidak juga berlanjut sesudah dilaporkan sejak Agustus 2017 lalu. Silakan lihat, mengapa kasus-kasus itu tidak berjalan sebagaimana mestinya? Lalu, buka kembali surat-surat LBH Jakarta yang mendesak agar Polri membentuk desk pidana perburuhan agar kasus-kasus pidana yang dilakukan para pengusaha lebih mudah ditangani. Sudah sejak bertahun-tahun lalu, dorongan itu tak membuahkan hasil.
Daripada sibuk membuat meme nyinyir yang ditujukan untuk merendahkan buruh Indonesia, daripada sibuk ikut mengatur bagaimana buruh memperingat May Day, kami akan lebih bangga memiliki Bhayangkara Negara yang handa, cakap, bermartabat, dan berdiri di garda terdepan untuk penegakan hukum.
Khamid Istakhori;
Ketua Departemen Pengembangan Organisasi Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Selamat hari Buruh Internasional, sampai bertemu di seberang Istana Negara pada 1 Mei besok!