Sesudah selesai melakukan deklarasi SBKI di Convention Hall UIN SUNAN KALIJAGA JOGJA, Kami bergegas menuju Wisma Joyo di lereng Merapi untuk melanjutkan konsolidasi bersama kawan SERBUK, FSPLN Semarang Timur, FSPLN Purwokerto, Serbuk Jogja dan SPLAS Solo Raya. Tempat ini kami pilih karene kedekatan historis dengan penguasa Mataram.
Konsolidasi, kami awali dengan saling berbagi mengenai kondisi serikat masing-masing dan pengalaman melakukan pengorganisasian. Sessi ini, sangat penting bagi kami sebab akan membuat kami menjadi saling mengenal.
Sampailah pada kesempatan, kawan-kawan buruh konstruksi bercerita mengenai pengalaman mereka hingga berhasil membentuk SBKI. Husain, salah satu organiser yang menemani proses pengorganissasian SBKI menceritakan suka dukanya selama setahun terakhir. Salah satu momentum yang menurut saya keren tapi juga lucu adalah ketika Husain mendampingi pemogokan buruh kontruksi itu waktu membangun sebuah gedung di lingkungan kantor Bank Mand*** di Jogja.
Pemogokan dipicu karena upah yang telat dibayarkan. Pembayaran upah yang telat sudah menjadi kebiasaan yang lazim para mandor. Dampak dari upah yang tidak dibayarkan itu, para istri di rumah mengeluh dan malu sebab mereka terpaksa tidak menghadiri kondangan tetangga dekat dan bersosialisasi dengan para kerabat dekat. Bagi masyarakat pedesaan, hal ini merupakan hal yang menganggu hubungan kekeluargaan. Dianggap tidak peka lingkungan dst.
Ditunggu hingga 2 hari, upah gak dibayarkan. Kesabaran sudah habis sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mogok. Salah satu action pemogokan dimulai dengan menyegel pintu masuk ke ruang utama kantor. Mereka menyegel kantor dengan menggunakan rantai ukuran besar. Kontan, ini sudah membuat kalang kabut pegawai bank di jam sibuk. Ini pilihan cerdas, sebab mereka menekan mandor tetapi dengan mengganggu pihak lain.
Langkah ke dua, mereka melakukan pendataan barang inventaris milik kontraktor. Ditemukalah sebuah GENSET seharga 6 jutaan. Sementara, upah yang telat dibayarkan nilainya sekitar 3,5 juta, selisih 2,5 juta dari harga GENSET. Slamet, Ketua SBKI memiliki ide untuk menjual GENSET tersebut sebagai pengganti upah yang telat dibayar. Tapi, Slamet berpikir bahwa kalau GENSET dijual tanpa ijin, maka itu dapat dikategorikan tindak pidana pencurian. Maka Slamet punya ide untuki menelpon Pak Mandor yang sedang tidak ada di lokasi entah ngumpet dimana….
Komunikasi antara Slamet dengan Mandor, dapat digambarkan sebagai berikut :
Slamet : Pak Mandor, mohon maaf apakah boleh saya meminta nomor rekening Bapak?
Mandor : Buat apa, Met?
Slamet : Untuk mentrasfer uang, Pak.
Mandor : Uang apa, Met?
Slamet : Uang sisa penjualan GENSET. Harga GENSET kan 6 juta, sementara upah kami yang belum dibayar sebesar 3,5 juta, jadi masih ada sisa 2,5 juta yang harus kami kembalikan……
Mandor : xxxxxx????? @#$#@#$%
Bagai disambar petir di siang hari, sang Mandor akhirnya bergegas menemui para buruh dan membayarkan upah yang telat tersebut, hanya dalam waktu kurang dari 2 jam. Sesudah upah dibayar, Pintu yang disegelpun dibuka.
Lalu, Slamet juga menceritakan saat SBKI harus menyusun kepengurusannya. Terpilihlah nama Singgih Pitono sebagai Divisi Advokasi SBKI. Lalu, sebagai moderator diskusi saya bertanya : Kenapa #SinggihPitono yang terpilih sebagai divisi advokasi?
Dengan tenang Slamet menjawab : Sebab, Singgih Pitono adalah pemilik rantai yang kami gunakan untuk menyegel kantor bank Mand*** waktu itu…… Akhirnya kami menetapkan, salah satu syarat untuk menjadi divisi advokasi di SBKI, dia harus punya rantai…..
Mendengar cerita Slamet, sejujurnya saya sakit perut dan guling-guling…… Sungguh, mereka sangat cerdas dalam menggunakan argumen sederhana untuk membuat pukulan telak pada Pak Mandor….
SUKSES DAN HIDUP SBKI !!!
(KHI)